Jangan remehkan dakwah kepada anak-anak! Jika
mereka telah terikat hatinya dengan Islam, akan mudah bersungguh-sungguh
setelah dewasa. Maka, ketika engkau mengurusi anak-anak di sekolah,
ingatlah sejenak. Tugas utamamu bukan sekedar mengajari mereka
berhitung. Bukan! Engkau sedang berdakwah. Sedang mempersiapkan generasi
yang akan mengurusi umat ini 30 tahun mendatang. Dan ini pekerjaan
sangat serius.
Karenanya, jangan pernah main-main dalam urusan ini. Jika mereka
engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya
bukan hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan. Yang terjadi
justru sebaliknya, masa depan umat sedang engkau pertaruhkan!!!
Maka, ketika mutu pendidikan anak-anak kita sangat menyedihkan,
urusannya bukan sekedar masa depan sekolahmu. Sekolah ambruk bukan
berita paling menyedihkan. Yang amat perlu kita khawatiri justru
lemahnya generasi yang bertanggung-jawab menegakkan dien 30 tahun
mendatang.
Maka..., ketika engkau bersibuk dengan cara instant agar mereka
tampak mengesankan, sungguh urusannya bukan untuk tepuk tangan saat ini.
Urusannya adalah tentang rapuhnya generasi muslim yang harus mengurusi
umat ini di zaman yang bukan zamanmu. Kitalah yang bertanggung-jawab.
Ketika hari ini, di banyak tempat, kemampuan guru-guru kita sangat
menyedihkan, sungguh yang paling mengkhawatirkan adalah masa depan umat
ini. Maka, keharusan untuk belajar bagimu, wahai Para Guru, bukan semata
urusan akreditasi. Ini urusan umat. Urusan dakwah. Jika orang-orang
yang sudah setengah baya atau bahkan telah tua, sulit sekali menerima
kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya dakwah terhadap mereka
ketika masih belia; ketika masih kanak-kanak. Mereka mungkin cerdas,
tapi adab dan iman tak terbangun.
Wahai Para Guru, belajarlah dengan sungguh-sungguh bagaimana mendidik
siswamu. Engkau belajar bukan untuk memenuhi standar dinas pendidikan.
Engkau belajar dengan sangat serius sebagai ibadah agar memiliki
kepatutan menjadi pendidik bagi anak-anak kaum muslimin. Takutlah engkau
kepada Allah Ta'ala. Sungguh, jika engkau menerima amanah sebagai guru,
sedangkan engkau tak memiliki kepatutan, maka sungguh engkau sedang
membuat kerusakan. | Sungguh, jika urusan diserahkan bukan kepada
ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran).
Maka, keharusan untuk belajar dengan sungguh-sungguh, terus-menerus
dan serius bukanlah dalam rangka memenuhi persyaratan formal. Jauh lebih
penting dari itu adalah agar engkau memiliki kepatutan menurut dien ini
sebagai seorang guru. Sungguh, kelak engkau akan ditanya.
Wahai Para Guru, singkirkanlah tepuk tangan yang bergemuruh. Hadapkan
wajahmu pada tugas amat besar untuk menyiapkan generasi ini agar mampu
memikul amanah yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka. Sungguh, kelak
engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Pelajarilah dengan sungguh-sungguh apa yang benar; apa yang haq,
lebih dulu dan lebih sungguh-sungguh daripada tentang apa yang efektif.
Dahulukanlah mempelajari apa yang tepat daripada apa yang memikat.
Prioritaskan mempelajari apa yang benar daripada apa yang penuh gebyar.
Utamakan mempelajari hal yang benar dalam
mendidik daripada sekedar yang membuat sekolahmu tampak besar bertabur
gelar. Sungguh, jika engkau mendahulukan apa yang engkau anggap mudah
menjadikan anak hebat sebelum memahami betul apa yang benar, sangat
mudah bagimu tergelincir tanpa engkau menyadari. Anak tampaknya
berbinar-binar sangat mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya tertarik
kepada caramu mengajar, tapi mereka tak tertarik belajar, tak tertarik
pula menetapi kebenaran.
Maafkan saya. Semoga kita sadar bahwa mendidik bukan urusan
kelangsungan organisasi. Lebih dari itu, keselamatan umat ini dan
generasinya.
https://www.facebook.com/notes/mohammad-fauzil-adhim/30-tahun-mendatang-anak-kita/436312186417915
Selasa, 27 November 2012
Selasa, 27 November 2012
ini copas dari Mohammad Fauzil Adhim
Jangan remehkan dakwah kepada anak-anak! Jika
mereka telah terikat hatinya dengan Islam, akan mudah bersungguh-sungguh
setelah dewasa. Maka, ketika engkau mengurusi anak-anak di sekolah,
ingatlah sejenak. Tugas utamamu bukan sekedar mengajari mereka
berhitung. Bukan! Engkau sedang berdakwah. Sedang mempersiapkan generasi
yang akan mengurusi umat ini 30 tahun mendatang. Dan ini pekerjaan
sangat serius.
Karenanya, jangan pernah main-main dalam urusan ini. Jika mereka engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya bukan hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan. Yang terjadi justru sebaliknya, masa depan umat sedang engkau pertaruhkan!!!
Maka, ketika mutu pendidikan anak-anak kita sangat menyedihkan, urusannya bukan sekedar masa depan sekolahmu. Sekolah ambruk bukan berita paling menyedihkan. Yang amat perlu kita khawatiri justru lemahnya generasi yang bertanggung-jawab menegakkan dien 30 tahun mendatang.
Maka..., ketika engkau bersibuk dengan cara instant agar mereka tampak mengesankan, sungguh urusannya bukan untuk tepuk tangan saat ini. Urusannya adalah tentang rapuhnya generasi muslim yang harus mengurusi umat ini di zaman yang bukan zamanmu. Kitalah yang bertanggung-jawab.
Ketika hari ini, di banyak tempat, kemampuan guru-guru kita sangat menyedihkan, sungguh yang paling mengkhawatirkan adalah masa depan umat ini. Maka, keharusan untuk belajar bagimu, wahai Para Guru, bukan semata urusan akreditasi. Ini urusan umat. Urusan dakwah. Jika orang-orang yang sudah setengah baya atau bahkan telah tua, sulit sekali menerima kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya dakwah terhadap mereka ketika masih belia; ketika masih kanak-kanak. Mereka mungkin cerdas, tapi adab dan iman tak terbangun.
Wahai Para Guru, belajarlah dengan sungguh-sungguh bagaimana mendidik siswamu. Engkau belajar bukan untuk memenuhi standar dinas pendidikan. Engkau belajar dengan sangat serius sebagai ibadah agar memiliki kepatutan menjadi pendidik bagi anak-anak kaum muslimin. Takutlah engkau kepada Allah Ta'ala. Sungguh, jika engkau menerima amanah sebagai guru, sedangkan engkau tak memiliki kepatutan, maka sungguh engkau sedang membuat kerusakan. | Sungguh, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran).
Maka, keharusan untuk belajar dengan sungguh-sungguh, terus-menerus dan serius bukanlah dalam rangka memenuhi persyaratan formal. Jauh lebih penting dari itu adalah agar engkau memiliki kepatutan menurut dien ini sebagai seorang guru. Sungguh, kelak engkau akan ditanya.
Wahai Para Guru, singkirkanlah tepuk tangan yang bergemuruh. Hadapkan wajahmu pada tugas amat besar untuk menyiapkan generasi ini agar mampu memikul amanah yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka. Sungguh, kelak engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Pelajarilah dengan sungguh-sungguh apa yang benar; apa yang haq, lebih dulu dan lebih sungguh-sungguh daripada tentang apa yang efektif. Dahulukanlah mempelajari apa yang tepat daripada apa yang memikat. Prioritaskan mempelajari apa yang benar daripada apa yang penuh gebyar. Utamakan mempelajari hal yang benar dalam mendidik daripada sekedar yang membuat sekolahmu tampak besar bertabur gelar. Sungguh, jika engkau mendahulukan apa yang engkau anggap mudah menjadikan anak hebat sebelum memahami betul apa yang benar, sangat mudah bagimu tergelincir tanpa engkau menyadari. Anak tampaknya berbinar-binar sangat mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya tertarik kepada caramu mengajar, tapi mereka tak tertarik belajar, tak tertarik pula menetapi kebenaran.
Maafkan saya. Semoga kita sadar bahwa mendidik bukan urusan kelangsungan organisasi. Lebih dari itu, keselamatan umat ini dan generasinya.
https://www.facebook.com/notes/mohammad-fauzil-adhim/30-tahun-mendatang-anak-kita/436312186417915
Karenanya, jangan pernah main-main dalam urusan ini. Jika mereka engkau ajari curang dalam mengerjakan soal saja, sesungguhnya urusannya bukan hanya soal bagaimana agar mereka lulus ujian. Bukan. Yang terjadi justru sebaliknya, masa depan umat sedang engkau pertaruhkan!!!
Maka, ketika mutu pendidikan anak-anak kita sangat menyedihkan, urusannya bukan sekedar masa depan sekolahmu. Sekolah ambruk bukan berita paling menyedihkan. Yang amat perlu kita khawatiri justru lemahnya generasi yang bertanggung-jawab menegakkan dien 30 tahun mendatang.
Maka..., ketika engkau bersibuk dengan cara instant agar mereka tampak mengesankan, sungguh urusannya bukan untuk tepuk tangan saat ini. Urusannya adalah tentang rapuhnya generasi muslim yang harus mengurusi umat ini di zaman yang bukan zamanmu. Kitalah yang bertanggung-jawab.
Ketika hari ini, di banyak tempat, kemampuan guru-guru kita sangat menyedihkan, sungguh yang paling mengkhawatirkan adalah masa depan umat ini. Maka, keharusan untuk belajar bagimu, wahai Para Guru, bukan semata urusan akreditasi. Ini urusan umat. Urusan dakwah. Jika orang-orang yang sudah setengah baya atau bahkan telah tua, sulit sekali menerima kebenaran, sesungguhnya ini bermula dari lemahnya dakwah terhadap mereka ketika masih belia; ketika masih kanak-kanak. Mereka mungkin cerdas, tapi adab dan iman tak terbangun.
Wahai Para Guru, belajarlah dengan sungguh-sungguh bagaimana mendidik siswamu. Engkau belajar bukan untuk memenuhi standar dinas pendidikan. Engkau belajar dengan sangat serius sebagai ibadah agar memiliki kepatutan menjadi pendidik bagi anak-anak kaum muslimin. Takutlah engkau kepada Allah Ta'ala. Sungguh, jika engkau menerima amanah sebagai guru, sedangkan engkau tak memiliki kepatutan, maka sungguh engkau sedang membuat kerusakan. | Sungguh, jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, tunggulah saatnya (kehancuran).
Maka, keharusan untuk belajar dengan sungguh-sungguh, terus-menerus dan serius bukanlah dalam rangka memenuhi persyaratan formal. Jauh lebih penting dari itu adalah agar engkau memiliki kepatutan menurut dien ini sebagai seorang guru. Sungguh, kelak engkau akan ditanya.
Wahai Para Guru, singkirkanlah tepuk tangan yang bergemuruh. Hadapkan wajahmu pada tugas amat besar untuk menyiapkan generasi ini agar mampu memikul amanah yang Allah Ta'ala berikan kepada mereka. Sungguh, kelak engkau akan ditanya di Yaumil-Qiyamah atas urusanmu.
Pelajarilah dengan sungguh-sungguh apa yang benar; apa yang haq, lebih dulu dan lebih sungguh-sungguh daripada tentang apa yang efektif. Dahulukanlah mempelajari apa yang tepat daripada apa yang memikat. Prioritaskan mempelajari apa yang benar daripada apa yang penuh gebyar. Utamakan mempelajari hal yang benar dalam mendidik daripada sekedar yang membuat sekolahmu tampak besar bertabur gelar. Sungguh, jika engkau mendahulukan apa yang engkau anggap mudah menjadikan anak hebat sebelum memahami betul apa yang benar, sangat mudah bagimu tergelincir tanpa engkau menyadari. Anak tampaknya berbinar-binar sangat mengikuti pelajaran, tetapi mereka hanya tertarik kepada caramu mengajar, tapi mereka tak tertarik belajar, tak tertarik pula menetapi kebenaran.
Maafkan saya. Semoga kita sadar bahwa mendidik bukan urusan kelangsungan organisasi. Lebih dari itu, keselamatan umat ini dan generasinya.
https://www.facebook.com/notes/mohammad-fauzil-adhim/30-tahun-mendatang-anak-kita/436312186417915
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar