Semua manusia adalah anak-anak Adam yang menjadi tempatnya salah dan
lupa. Maka orang suci sejati bukan yang tak berdosa, melainkan mereka
yang banyak beristighfar kepada Allah. Mereka sering disergap rasa
bersalah dan berdosa. Lalu dengan istighfar itu mereka merasakan
ketenteraman dalam naungan ampunanNya. Maka mereka tumbuh menjadi
pemaaf, sebab mereka juga tumbuh dalam pemaafan Allah. “Adapun mereka
yang kurang beristighfar”, begitu ditulis Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam
Madaarijus Salikin, “Pastilah hatinya keras dan merasa suci. Dan itu
membuat mereka mudah sakit hati, sulit menghargai, dan tak mampu
memaafkan.”
Tentu saja kita boleh menambahi
keterangan Ibnul Qayyim ini: mereka yang tak mampu mengenali kebaikan
yang mengintip, bisa berakhir tragis seperti sang rahib dalam kisah kita
di awal tulisan.
Maka mari kita belajar untuk menghargai
kebaikan yang mengintip, atau mentakjubi keshalihan yang kecil dan
sederhana. Membiasakan hal ini sungguh akan menjadi sebuah latihan jiwa
yang berharga. Sebab ada tertulis, “Mereka yang tak bisa menghargai yang
kecil, takkan mampu menghormati yang besar. Dan mereka yang tak bisa
berterimakasih pada manusia, takkan mampu mensyukuri Allah.”
SAF