Pages

Sabtu, 05 Mei 2012

Puisi untuk Azalea

Azalea, jika aku datang padamu hanya sebagai bait-bait kata dalam surat yang gelisah dan membosankan, yang membuatmu terpaksa harus mengenang lagi masa lalu cinta kita yang indah, dan kepergianku yang menyisakan lubang nyeri di hatimu, maafkan aku- sebab sejauh itulah keberanianku.

 Tak perlu kau mengubah apapun lagi tentang perasaanmu. Biarlah semuanya berjalan, tanpa rekayasa. Di depan, kita akan dialirkan oleh serangkaian peristiwa kebetulan.

 Maafkan aku yang telah menyalakan kembali cahaya lampau, hingga laron-laron menyebalkan datang mengusik ketenanganmu. Aku hanya ingin bercerita, Azalea, seperti biasa. Melunasi hutangku pada waktu, mengubah senja menjadi lebih lapang.

Azalea, jika aku datang padamu sebagai angin, menceritakan perjalanan panjang mengarungi musim, aku hanyalah angin yang datang dan akan kembali pergi. Seperti gerimis yang sebentar, menyapamu dari jendela kaca, bercerita tentang labirin kenangan, lalu aku akan kembali menghapus jejak pulang, menyamarkan alamat-alamat dalam surat.

Azalea, jika suatu saat aku datang lagi, aku berjanji akan menjadi orang lain yang bersembunyi mengakrabi alis matamu, dari jauh menikmati sepasang matamu menjelma dua hulu sungai di hatiku.

Azalea, aku masih mengenang senyummu melalui gambar gadis manis yang tersenyum, dalam kalender di kamar tidurku, itu cukup. Sebab sebatas itulah keberanianku.

Azalea, aku menyesal dan minta maaf. Sebab kepergian, lambaian tangan atau salam perpisahan memang selalu seperti tak punya perasaan. Apalagi bagiku, yang melakukannya tanpa pesan.

Lalu waktu, semua akan berlalu. Yang tersisa tinggal kenangan.
Setidaknya, aku masih memiliki dua hal: perjalanan dan kenangan. Itu cukup, Azalea, melebihi apapun.

0 komentar:

Posting Komentar

Sabtu, 05 Mei 2012

Puisi untuk Azalea

Diposting oleh Vivin Uswatun Hasanah di 07.13
Azalea, jika aku datang padamu hanya sebagai bait-bait kata dalam surat yang gelisah dan membosankan, yang membuatmu terpaksa harus mengenang lagi masa lalu cinta kita yang indah, dan kepergianku yang menyisakan lubang nyeri di hatimu, maafkan aku- sebab sejauh itulah keberanianku.

 Tak perlu kau mengubah apapun lagi tentang perasaanmu. Biarlah semuanya berjalan, tanpa rekayasa. Di depan, kita akan dialirkan oleh serangkaian peristiwa kebetulan.

 Maafkan aku yang telah menyalakan kembali cahaya lampau, hingga laron-laron menyebalkan datang mengusik ketenanganmu. Aku hanya ingin bercerita, Azalea, seperti biasa. Melunasi hutangku pada waktu, mengubah senja menjadi lebih lapang.

Azalea, jika aku datang padamu sebagai angin, menceritakan perjalanan panjang mengarungi musim, aku hanyalah angin yang datang dan akan kembali pergi. Seperti gerimis yang sebentar, menyapamu dari jendela kaca, bercerita tentang labirin kenangan, lalu aku akan kembali menghapus jejak pulang, menyamarkan alamat-alamat dalam surat.

Azalea, jika suatu saat aku datang lagi, aku berjanji akan menjadi orang lain yang bersembunyi mengakrabi alis matamu, dari jauh menikmati sepasang matamu menjelma dua hulu sungai di hatiku.

Azalea, aku masih mengenang senyummu melalui gambar gadis manis yang tersenyum, dalam kalender di kamar tidurku, itu cukup. Sebab sebatas itulah keberanianku.

Azalea, aku menyesal dan minta maaf. Sebab kepergian, lambaian tangan atau salam perpisahan memang selalu seperti tak punya perasaan. Apalagi bagiku, yang melakukannya tanpa pesan.

Lalu waktu, semua akan berlalu. Yang tersisa tinggal kenangan.
Setidaknya, aku masih memiliki dua hal: perjalanan dan kenangan. Itu cukup, Azalea, melebihi apapun.

0 komentar on "Puisi untuk Azalea"

Posting Komentar